Menurut data power reviews (Februari 2012) yang dirilis hubspot.com, 44 % konsumen online mencari informasi produk sebelum mengambil keputusan membeli.
Bahkan..
79 % dari mereka menghabiskan 50 % waktu belanja hanya untuk meneliti produk.
Tidak mengejutkan.
Saya tahu anda telah mengetahui pentingnya informasi produk bahkan sebelum mengetahui temuan diatas.
Itu sebabnya jauh-jauh hari anda telah melengkapi segala informasi terkait produk di website anda… Berharap itu bisa menumbuhkan kepercayaan dan memicu keputusan pembelian konsumen, benar ?
Sayangnya tidak..
Daftar Materi
Konsumen Kurang Mempercayai Informasi Produsen
Jujur saja.. Situs anda lebih fokus pada kelebihan produk anda sendiri.
Itu sebabnya konsumen cenderung meragukan informasi anda.
Dan ingat..
Meski anda pemilik produk… anda bukanlah satu-satunya yang menyediakan informasi terkait produk anda.
Konsumen dengan mudah menemukan informasi terkait produk anda pada situs-situs review.
- Survey yang dirilis eMarketer (februari 2010) menemukan bahwa review yang berasal dari konsumen secara signifikan 12 kali lebih dipercaya dari deskripsi yang diberikan oleh produsen.
Mereka juga bisa menemukannya di forum-forum online atau meminta pendapat dari jaringan sosial mereka.
- Penelitian yang dilakukan oleh Lightspeed menemukan 64 % responden mengatakan mereka lebih percaya ulasan produk yang berasal dari sesama konsumen.
Jadi, alih-alih menjadikan situs anda sebagai rujukan utama, konsumen lebih memilih membaca informasi pihak ketiga.
Nah, sekarang anda mengetahui mengapa informasi produk yang lengkap tidak menjamin kepercayaan konsumen.
Pertanyaannya, Bagaimana Cara Meraih Kembali Kepercayaan Konsumen ?
Jangan khawatir, anda akan mengetahuinya segera 🙂
Tapi sebelumnya, mari kita melihat latar belakang dibalik perilaku tersebut.
Konsumen Mencari Rasa Aman
Pencarian informasi adalah perilaku umum di kalangan konsumen.
- Bulan April 2012 lalu perusahaan riset pasar independen Ipsos & Thomson Reuters merilis penelitian. Mereka menemukan 69 % orang Indonesia menggunakan internet untuk meneliti produk yang akan mereka beli..
Penelitian merupakan cara konsumen mencari alasan logis untuk membenarkan keputusan pembelian mereka.
Mereka tidak ingin menyesal di kemudian hari jika produk anda tidak seperti yang dijanjikan.
Masalahnya, produsen jarang yang mengetahui bagaimana cara konsumen melakukan penelitian.
Dan jika anda tidak tahu apa jenis informasi yang diteliti oleh konsumen, anda bisa keliru dalam menyediakan informasi buat mereka.
Jadi sebenarnya apa jenis informasi yang dicari oleh konsumen?
Konsumen Mencari Informasi Terkait KEKURANGAN Produk Anda
Konsumen mencari apakah ada keluhan dari konsumen sebelumnya terhadap produk anda.
Itu benar.
Sebagai contoh..
Jika saya berniat menggunakan layanan Telkomsel Flash, maka pertama-tama yang saya lakukan adalah googling menggunakan kata kunci “ keluhan pelanggan telkomsel flash” – atau semacam itu.
Google lalu memberikan saya informasi kurang lebih seperti ini…
Itulah jenis informasi yang saya butuhkan ; Apakah sebelumnya ada pelanggan yang pernah mengalami pelayanan buruk telkomsel flash?
Misalnya jika seorang pelanggan tidak mendapatkan ‘kecepatan’ seperti yang dijanjikan, apakah mereka mendapakan kompensasi ?
Kemudian berbekal informasi tersebut, saya mengunjungi situs perusahaan bersangkutan.
Saya ingin tahu apa yang diperbuat pihak operatornya guna menangani ketidakpuasan pelanggan.
Sayang sekali saya tidak menemukan informasi mengenai penanganan keluhan tersebut di website mereka -[screenshot diambil 17 Juni 2012]
Mereka hanya menyajikan info seputar produk (panah merah).
Dan jika anda klik link customer service pada bar navigasi (panah hitam), maka anda akan dibawa ke halaman promosi, cara setting produk, daftar bank tempat membayar tagihan, alamat grapari dan call center.
Semua informasi tentang produk dan perusahaan mereka.
Jadi saya berkesimpulan mereka tidak peduli dengan keluhan pelanggan.
(Saya ragu apakah mereka mengetahui kalau mereka punya pelanggan ?)
Langkah Praktis : Cara Menyediakan Informasi Yang Dipercaya Konsumen
Pertama, anda perlu meniru cara konsumen (seperti saya) mencari informasi.
Mulailah dengan mengetikkan frase ‘keluhan pelanggan [produk – jasa anda]’ pada mesin pencari.
Anda juga bisa menemukan informasi yang sama melalui social media -Misalnya menggunakan alat social mention.
Cermati hasil pencarian dan inventaris jenis keluhan yang berulang.
Jadikan temuan tersebut sebagai acuan dalam menyusun informasi di website anda, misalnya pada halaman Q & A, sales page, atau pada posting di blog anda
Intinya anda harus menyediakan jawaban atau perbaikan yang telah anda lakukan untuk menangani segala keluhan yang muncul.
Bagaimana dengan produk baru ?
Jika produk anda merek baru, mungkin saja anda belum menemukan keluhan di internet.
Namun anda bisa mencari keluhan pada produk sejenis milik pesaing anda.
Jadikanlah informasi itu sebagai dasar dalam menyajikan informasi produk di website anda. Dengan demikian anda telah mengantisipasi sebelumnya kemungkinan pertanyaan dari pelanggan.
Tapi Bukankah Mengakui Kekurangan Produk Bisa Membatalkan Keputusan Membeli Konsumen
Itu mitos.
Yang benar, ulasan negatif justru bisa meningkatkan konversi sebesar 67 %.
(Temuan diatas merupakan hasil penelitian situs perusahaan ecommerce Reevoo).
Ambil contoh Amazon.com. Sampai hari ini mereka masih setia menayangkan review negatif dari pelanggan atas produk yang mereka jual.
Seandainya itu berdampak buruk, tentu sudah lama mereka menurunkannya.
Anda memang tidak bisa mengontrol ulasan negatif atas produk anda di website lain. Tapi jika anda menyediakannya di website anda sendiri, anda bisa lansung memberikan klarifikasi atas kekurangan tersebut – Dalam kasus Amazon.com, mereka menyandingkan 3 ulasan negatif vs 20-an ulasan positif :).
Jadi jangan takut melakukannya.
Kejujuran Terbukti Memicu Keputusan Membeli
Mengakui keluhan atas produk akan meningkatkan kredibilitas anda dimata konsumen.
Tidak ada produk yang sempurna, setelah semua.
Apa yang konsumen butuhkan sebenarnya adalah tindakan yang telah anda ambil dalam mengatasi keluhan mereka.
Selanjutnya..
Apakah anda punya pengalaman yang sama atau berbeda dengan hasil penelitian diatas? Harap mengutarakannya pada kolom komentar dibawah.